Ayat ini, 1 Korintus 14:35, datang dari surat Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus. Di tengah berbagai dinamika dan bahkan kekacauan yang mungkin terjadi dalam ibadah mereka, Paulus mengingatkan sebuah prinsip fundamental tentang sifat Allah dan bagaimana seharusnya kehidupan rohani serta ibadah dipraktikkan. Penekanannya sangat jelas: Allah adalah Allah pendamai, bukan Allah kekacauan. Pernyataan ini menjadi dasar penting untuk memahami bagaimana kita seharusnya mengatur diri, baik secara pribadi maupun dalam komunitas, terutama saat berkumpul untuk beribadah.
Memahami Sifat Allah: Pendamai, Bukan Kekacauan
Sifat Allah yang pendamai berarti Dia adalah sumber kedamaian, harmoni, dan ketertiban. Dalam penciptaan-Nya, kita melihat keteraturan yang luar biasa. Dalam karya penebusan-Nya, ada pemulihan dan pendamaian antara manusia dengan Allah. Oleh karena itu, segala sesuatu yang berasal dari Allah pasti akan membawa tatanan, bukan kebingungan. Sebaliknya, kekacauan seringkali mengindikasikan adanya sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya, entah itu datang dari diri sendiri, pengaruh luar, atau bahkan tipu daya musuh.
Implikasi bagi Ibadah Jemaat
Ketika Paulus mengaitkan prinsip ini dengan "semua jemaat orang-orang kudus," ia secara langsung berbicara tentang bagaimana ibadah komunal seharusnya berlangsung. Ibadah bukan sekadar pertemuan biasa, melainkan sebuah momen sakral di mana umat Allah berkumpul untuk menyembah, mendengarkan firman, dan saling membangun. Dalam konteks jemaat Korintus, ada berbagai karunia rohani yang dibagikan, termasuk berbahasa roh dan bernubuat. Namun, terkadang, penggunaan karunia-karunia ini menimbulkan kebingungan dan tidak membangun.
Paulus menekankan bahwa penggunaan karunia rohani, sekaya apapun itu, haruslah bertujuan untuk membangun jemaat, bukan untuk pamer atau menciptakan keributan yang tidak berarti. Ia memberikan panduan agar semua dilakukan dengan sopan dan teratur (1 Korintus 14:40). Hal ini mencakup bagaimana pembicara bergantian, bagaimana pemahaman dapat diperoleh oleh semua orang, dan bagaimana suasana ibadah tetap khidmat serta penuh hormat kepada Allah.
Menerapkan Prinsip Keteraturan dalam Kehidupan Kekinian
Prinsip ini relevan hingga kini. Dalam ibadah modern, kita mungkin tidak melihat fenomena yang persis sama dengan jemaat Korintus, namun semangat untuk menjaga keteraturan dan ketertiban dalam ibadah tetaplah krusial. Ini berarti memperhatikan setiap aspek ibadah: mulai dari persiapan pendeta, pemilihan musik, cara penyampaian khotbah, hingga bagaimana jemaat merespons. Semuanya harus diarahkan untuk memuliakan Allah dan membangun iman setiap orang yang hadir.
Lebih dari sekadar tata tertib fisik, keteraturan yang dimaksud juga mencakup keteraturan hati dan pikiran. Ketika kita datang beribadah, kita seharusnya datang dengan hati yang siap menerima, pikiran yang terbuka, dan keinginan untuk tunduk pada kehendak Allah. Keteraturan ini memampukan kita untuk lebih mendalam mengalami hadirat-Nya dan menerima berkat yang Dia sediakan.
Pada akhirnya, 1 Korintus 14:35 mengingatkan kita bahwa ibadah yang berkenan kepada Allah adalah ibadah yang mencerminkan karakter-Nya: damai, teratur, dan membangun. Mari kita berusaha untuk mewujudkan hal ini dalam setiap aspek kehidupan rohani kita, baik secara pribadi maupun bersama-sama sebagai jemaat.