Ayat dari Kitab Yosua pasal 9, ayat 12, ini menceritakan tentang sebuah strategi yang dilakukan oleh orang Gibeon untuk mengecoh bangsa Israel. Mereka tidak datang dengan persenjataan lengkap atau niat berperang, melainkan dengan penampilan yang seolah-olah telah menempuh perjalanan yang sangat jauh. Roti yang mereka bawa terlihat kering dan berulek-ulek, sebagai bukti nyata dari kesulitan dan waktu yang telah mereka lalui.
Apa yang dapat kita pelajari dari situasi ini? Kisah ini mengajarkan kita pentingnya kebijaksanaan dan kehati-hatian dalam mengambil keputusan, terutama ketika menyangkut kepercayaan. Yosua dan para pemimpin Israel terburu-buru membuat perjanjian dengan orang Gibeon tanpa terlebih dahulu meminta petunjuk Tuhan. Mereka terbuai oleh penampilan luar dan cerita yang disajikan, tanpa melakukan penyelidikan lebih lanjut. Akibatnya, mereka terikat oleh perjanjian yang sebenarnya dibangun di atas kebohongan.
Dalam kehidupan rohani, seringkali kita dihadapkan pada pilihan-pilihan yang memerlukan hikmat ilahi. Seperti halnya bangsa Israel, kita pun bisa saja tertipu oleh penampilan luar atau janji-janji manis yang tidak memiliki dasar yang kuat. Firman Tuhan dalam Yakobus 1:5 mengingatkan kita, "Tetapi jika ada di antaramu yang kurang hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan tanpa mencela, maka akan diberikan kepadanya." Permintaan hikmat kepada Tuhan adalah langkah awal yang krusial agar kita tidak salah arah dalam setiap langkah iman kita.
Kisah Yosua 9:12 juga mengingatkan kita bahwa kebohongan, sekecil apapun, dapat membawa konsekuensi yang besar. Orang Gibeon menggunakan tipu muslihat untuk menyelamatkan diri mereka dari kehancuran yang menimpa bangsa-bangsa lain di Kanaan. Namun, mereka harus hidup dalam kondisi menjadi "penebang kayu dan pembawa air" bagi bangsa Israel seumur hidup mereka. Ini adalah pengingat bahwa meskipun kebohongan bisa memberikan keuntungan sementara, kebenaranlah yang pada akhirnya akan membebaskan dan memberkati kita.
Kita diajak untuk memeriksa hati dan motivasi kita sendiri. Apakah kita seringkali bertindak berdasarkan asumsi atau tekanan tanpa berkonsultasi dengan sumber kebenaran yang sejati? Apakah kita cenderung menilai orang atau situasi hanya dari permukaannya saja? Yosua 9:12 mengundang kita untuk merenungkan kembali prinsip-prinsip kehidupan iman kita, agar senantiasa bertindak dengan hikmat, kejujuran, dan selalu mencari tuntunan dari Sang Pemberi Hikmat.