Yesaya 5:19 - Mengejek Janji Tuhan

"Mereka berkata: 'Baiklah Ia bekerja dengan cepat, supaya terlaksana maksud-Nya! Biarlah datang dan terjadi perbuatan-Nya, supaya kami melihatnya! Sesungguhnya, yang mengancam Israel itu datangnya dari TUHAN semesta alam.'"

Refleksi atas Penolakan dan Ketidakpercayaan

Ayat ini dari Kitab Yesaya, pasal 5 ayat 19, menggambarkan sikap hati yang meremehkan dan bahkan mengejek firman serta pekerjaan Tuhan. Kata-kata ini diucapkan oleh orang-orang yang hidup pada masa nabi Yesaya, yang tampaknya merasa bosan atau tidak percaya dengan peringatan-peringatan ilahi yang disampaikan melalui nabi. Mereka menantang Tuhan, seolah berkata, "Kalau memang Engkau berkuasa dan punya rencana, buktikan sekarang! Percepatlah itu agar kami bisa melihatnya." Sikap ini bukan tanda iman, melainkan tanda ketidakpercayaan yang mendalam dan kesombongan rohani.

Dalam konteks Kitab Yesaya, peringatan ini sering kali terkait dengan penghakiman yang akan datang atas dosa-dosa bangsa Israel dan Yehuda. Tuhan, melalui nabi-Nya, telah berulang kali menyatakan kehendak-Nya, memberikan peringatan, dan menawarkan kesempatan untuk bertobat. Namun, respons dari sebagian umat-Nya adalah ketidakpedulian, penolakan, dan bahkan ejekan. Mereka menganggap janji-janji atau ancaman Tuhan sebagai sesuatu yang tidak serius atau hanya omong kosong.

Sikap "Baiklah Ia bekerja dengan cepat" menunjukkan keinginan mereka untuk segera melihat konsekuensi, bukan agar mereka bisa belajar atau bertobat, tetapi justru untuk membuktikan bahwa Tuhan tidak berkuasa atau perkataan-Nya tidak terbukti. Ini adalah pola pikir yang sering muncul dalam sejarah manusia, di mana individu atau kelompok menantang kekuatan ilahi ketika mereka merasa tidak puas atau tidak senang dengan arah yang ditunjukkan oleh firman Tuhan.

Lebih lanjut, frasa "Sesungguhnya, yang mengancam Israel itu datangnya dari TUHAN semesta alam" bisa diinterpretasikan dengan dua cara. Pertama, mungkin mereka mengakui bahwa yang menghukum mereka adalah Tuhan, tetapi mereka melakukannya dengan nada sarkastik, seolah-olah mereka tidak takut atau tidak peduli dengan murka-Nya. Mereka menganggap bencana yang akan datang sebagai hal yang biasa atau tak terhindarkan, tanpa menyadari bahwa itu adalah akibat langsung dari ketidaktaatan mereka terhadap Tuhan.

Sikap ini memberikan pelajaran berharga bagi kita di masa kini. Seberapa sering kita juga tergoda untuk meremehkan firman Tuhan ketika itu tidak sesuai dengan keinginan atau kenyamanan kita? Seberapa sering kita meminta "bukti" konkret dari Tuhan dengan cara yang menantang, bukannya dengan hati yang rendah hati dan tunduk? Kitab Suci mengingatkan kita bahwa iman sejati bukanlah tentang menuntut bukti, melainkan tentang percaya pada apa yang tidak terlihat, pada janji-janji-Nya yang setia, dan pada hikmat-Nya yang jauh melampaui pemahaman kita.

Ketika kita membaca firman Tuhan, terutama bagian yang mengingatkan kita akan kesucian-Nya dan konsekuensi dosa, penting bagi kita untuk merespons dengan kerendahan hati dan penyesalan. Bukan dengan ejekan atau tantangan, melainkan dengan doa, memohon pengampunan dan bimbingan agar kita dapat hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Ayat ini menjadi pengingat yang kuat bahwa menolak atau mengejek firman Tuhan adalah tindakan yang sangat berbahaya, yang hanya akan membawa kita semakin jauh dari kebenaran dan berkat-Nya.

Refleksi Kedalaman Iman
Ilustrasi gelombang yang tenang melambangkan kontemplasi.

Mari kita jadikan ayat ini sebagai pengingat untuk mendekati firman Tuhan dengan kerendahan hati, rasa ingin tahu yang tulus, dan kemauan untuk belajar serta bertumbuh. Kepercayaan pada Tuhan bukan berarti memaksakan kehendak kita atau menuntut-Nya untuk bertindak sesuai keinginan kita, tetapi menyerahkan diri pada kehendak-Nya yang sempurna dan penuh kasih. Firman-Nya adalah sumber kehidupan dan kebenaran yang membimbing langkah kita menuju keselamatan yang sejati.