"Bencana datang bertubi-tubi, kabar buruk menyusul kabar buruk; penglihatan nabi-nabi tidak lagi berarti, dan para imam tidak dapat memberikan penjelasan apa pun."
Ayat Yehezkiel 7:26 melukiskan gambaran kehancuran yang total, bukan hanya secara fisik, tetapi juga spiritual dan moral. Kata-kata ini muncul dalam konteks nubuat yang keras terhadap bangsa Israel yang telah menyimpang dari jalan Tuhan. Ketika sebuah bangsa atau komunitas kehilangan arah ilahi mereka, ketika kedurhakaan merajalela dan keadilan terabaikan, maka konsekuensi yang digambarkan oleh Yehezkiel menjadi nyata. Situasi yang digambarkan di sini adalah puncak dari pelanggaran perjanjian, penolakan terhadap peringatan, dan pengabaian terhadap hukum-hukum Tuhan.
"Bencana datang bertubi-tubi," menunjukkan bahwa malapetaka tidak datang dalam satu serangan, melainkan sebagai serangkaian peristiwa yang menghancurkan. Ini bisa berupa serangan musuh, kelaparan, wabah penyakit, atau kehancuran ekonomi. Setiap kali mereka berpikir badai telah berlalu, badai lain muncul. Ketidakpastian dan ketakutan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Tidak ada ruang untuk bernapas, tidak ada kesempatan untuk pemulihan sebelum pukulan berikutnya datang. Ini adalah gambaran dari siklus kehancuran yang semakin dalam.
Kemudian, dikatakan, "kabar buruk menyusul kabar buruk." Ini bukan hanya tentang bencana fisik, tetapi juga tentang keruntuhan moral dan spiritual. Berita yang didengar adalah berita kekalahan, ketidakadilan, dan pelanggaran. Kehidupan sosial menjadi dipenuhi dengan keputusasaan. Sulit untuk menemukan harapan ketika setiap informasi yang diterima membawa duka dan kesedihan. Kualitas hidup menurun drastis, dan masa depan tampak suram.
Yang paling tragis adalah pernyataan, "penglihatan nabi-nabi tidak lagi berarti, dan para imam tidak dapat memberikan penjelasan apa pun." Pada masa-masa normal, nabi-nabi bertugas menyampaikan pesan Tuhan dan membimbing umat-Nya, sementara para imam bertugas mengajarkan hukum Tuhan dan memberikan tuntunan spiritual. Namun, ketika dosa telah mengakar kuat dan hati telah mengeras, pesan-pesan ilahi menjadi tidak relevan bagi mereka yang menolak untuk mendengarkan. Penglihatan para nabi yang seharusnya membawa kebenaran dan pengharapan justru dianggap sebagai omong kosong atau tidak dapat dipahami oleh telinga yang enggan mendengar.
Para imam, yang seharusnya menjadi penjaga pengetahuan spiritual dan moral, juga kehilangan kemampuan mereka untuk memberikan jawaban yang berarti. Mungkin karena mereka sendiri telah terkontaminasi oleh dosa, atau mungkin karena ketidakmampuan mereka untuk menembus dinding ketidakpercayaan dan ketidakpedulian umat mereka. Akibatnya, tidak ada bimbingan yang bisa diandalkan. Umat dibiarkan tersesat dalam kegelapan, tanpa peta, tanpa panduan, dan tanpa pengharapan. Situasi ini menekankan betapa pentingnya kepatuhan terhadap firman Tuhan dan keterbukaan hati terhadap bimbingan ilahi. Ketika komunikasi antara manusia dan Tuhan terputus, kehancuran moral dan spiritual tak terhindarkan. Yehezkiel 7:26 adalah peringatan keras tentang konsekuensi dari berpaling dari Tuhan dan betapa pentingnya kepemimpinan rohani yang setia.
Untuk memahami lebih lanjut tentang penghakiman Tuhan dan pentingnya ketaatan, Anda dapat membaca kitab Yehezkiel secara keseluruhan.