"Ada pula seekor elang besar lain, bersayap lebar dan berbulu lebat; lihat, pokok anggur itu mencondongkan batangnya kepadanya, dan mencorongkan akarnya kepadanya dan mengulurkan batangnya kepadanya, supaya disiramnya dari kebun tempatnya ditanam."
Simbol ilahi dari janji dan harapan.
Ayat Yehezkiel 17:7 menyajikan sebuah gambaran visual yang kuat dan kaya makna. Di tengah narasi yang menggambarkan perbandingan antara penguasa Yehuda dengan tumbuhan dan burung-burung, ayat ini menyoroti interaksi spesifik antara pokok anggur, yang melambangkan raja dan bangsa Yehuda, dengan seekor elang besar. Gambaran ini bukan sekadar cerita alegoris semata, melainkan sebuah peringatan dan sekaligus penegasan kehendak ilahi.
Pokok anggur yang digambarkan mencondongkan batangnya dan mengulurkan akarnya kepada elang besar menunjukkan kerentanan dan ketergantungan. Ini mencerminkan situasi bangsa Yehuda yang, dalam usahanya mencari perlindungan atau kekuatan, justru membuka diri kepada kekuatan asing yang ternyata bukan menjadi penyelamat, melainkan ancaman. Elang besar dalam konteks Alkitab sering kali melambangkan kekuasaan yang kuat dan mengintimidasi, seperti Babel atau Mesir, yang datang untuk menaklukkan.
Kata "mencondongkan" dan "mengulurkan" memberikan kesan proaktif dari pihak pokok anggur. Seolah-olah Yehuda secara aktif mencari hubungan ini, atau dalam keputusasaan, menawarkan diri untuk diselamatkan oleh kekuatan luar. Namun, gambaran bahwa pokok anggur ini "mengulurkan akarnya kepadanya, supaya disiramnya dari kebun tempatnya ditanam" menyiratkan sebuah tindakan yang kontradiktif. Biasanya, tanaman yang kuat akan menjangkau sumber kehidupan, bukan malah menjadi sumber daya bagi kekuatan lain yang mungkin akan menghancurkannya.
Konteks yang lebih luas dari pasal 17 Yehezkiel menjelaskan bahwa ini adalah sebuah nubuat mengenai kejatuhan Yerusalem dan pembuangan bangsa Yehuda. Elang besar pertama dalam pasal ini melambangkan Nebukadnezar, raja Babel. Pokok anggur Yehuda mencari perlindungan kepada Babel, namun kesetiaan mereka rapuh. Elang besar kedua melambangkan Firaun Nekho dari Mesir, yang juga mencoba untuk mengendalikan Yehuda. Inti pesannya adalah ketidakpercayaan Yehuda kepada Allah dan upaya mereka untuk mencari pertolongan pada kekuasaan duniawi yang akhirnya membawa kehancuran.
Meskipun ayat ini bernada peringatan, di dalamnya terkandung juga sebuah janji dari Allah. Yehezkiel tidak hanya menyampaikan murka, tetapi juga harapan akan pemulihan. Di tengah keruntuhan dan kekacauan, Allah tetap memiliki rencana bagi umat-Nya. Ayat-ayat selanjutnya dalam pasal ini akan mengarah pada janji tentang tunas baru yang akan tumbuh dari sisa-sisa Yehuda, yang melambangkan Mesias. Oleh karena itu, gambaran pokok anggur yang rapuh ini, meskipun menggambarkan kegagalan manusia, menjadi latar belakang yang penting untuk memahami janji ilahi akan keselamatan dan pemerintahan yang adil di masa depan.