Wahyu 18 & 19

Wahyu 18: Kejatuhan Kota Besar Babel

"Sesudah itu aku melihat seorang malaikat lain turun dari sorga, yang memegang kekuasaan besar, dan bumi diterangi oleh kemuliaannya." (Wahyu 18:1)

Kitab Wahyu merupakan sebuah perikop nubuatan yang kaya akan simbolisme dan gambaran visual yang kuat. Dalam pasal 18, perhatian kita diarahkan pada kehancuran total "Kota Besar Babel". Istilah Babel di sini tidak merujuk pada kota kuno yang sama yang tercatat dalam Kitab Kejadian, melainkan sebagai simbolisasi dari kekuatan duniawi yang menentang Allah, yang terlibat dalam kebejatan moral, keserakahan materi, dan penindasan terhadap umat Tuhan. Malaikat yang turun membawa kabar tentang kejatuhan ini, dan kemuliaan ilahi yang memancar dari kehadirannya menerangi bumi, menandakan bobot dan kepastian penghakiman yang akan datang.

Perikop ini menggambarkan Babel sebagai pusat perdagangan global, tempat segala macam kemewahan dan kenyamanan dapat diperoleh. Namun, di balik kilauannya, tersembunyi dosa dan kekejaman. Bangsa-bangsa di dunia telah menjadi mabuk oleh "anggur nafsu" Babel, yang berarti mereka telah tertipu dan terjerat oleh godaan duniawi yang ditawarkan. Para pedagang dan raja dunia meratap saat Babel jatuh, bukan karena hilangnya kehidupan rohani, tetapi karena hilangnya sumber kekayaan dan kemewahan mereka. Ini adalah gambaran yang tajam tentang bagaimana fokus pada materi dapat mengaburkan nilai-nilai spiritual yang sebenarnya.

Allah memanggil umat-Nya untuk keluar dari Babel, untuk tidak ikut ambil bagian dalam dosa-dosanya dan menerima kutuknya. Pesan ini relevan sepanjang masa, mengingatkan umat percaya untuk tidak terlalu melekat pada hal-hal duniawi yang bersifat sementara, tetapi untuk menjaga kekudusan dan kesetiaan kepada Tuhan. Kejatuhan Babel adalah sebuah peristiwa penghakiman yang tegas, yang menunjukkan bahwa pada akhirnya, segala bentuk pemberontakan dan kebejatan akan menghadapi konsekuensi ilahi.

Wahyu 19: Perayaan Kemenangan Kristus

"Sesudah itu aku mendengar seperti suara himpunan orang banyak yang besar di sorga, katanya: 'Haleluya! Keselamatan dan kemuliaan dan hormat dan kuasa ada pada Allah kita, sebab benar dan adil penghakiman-Nya.'" (Wahyu 19:1)

Beranjak dari gambaran kehancuran Babel, pasal 19 menyajikan kontras yang luar biasa: sebuah perayaan kemuliaan yang meriah di surga. Langit dipenuhi dengan seruan "Haleluya!", sebuah ekspresi pujian dan penyembahan yang penuh sukacita. Ini adalah pengakuan atas kebenaran dan keadilan Allah dalam setiap tindakan-Nya, terutama dalam menghakimi kejahatan dan menegakkan pemerintahan-Nya. Perayaan ini menjadi pengingat akan kedaulatan mutlak Allah atas segala sesuatu.

Fokus utama dari perayaan ini adalah pernikahan Anak Domba. Dalam teologi Kristen, Anak Domba yang disembelih melambangkan Yesus Kristus, yang pengorbanan-Nya menjadi dasar keselamatan bagi umat manusia. Pernikahan ini menggambarkan penyatuan Kristus dengan gereja-Nya, yang dilambangkan sebagai mempelai wanita. Gambaran ini penuh dengan keindahan, kemurnian, dan sukacita yang tak terhingga. Mempelai wanita telah mempersiapkan dirinya dengan mengenakan "kain lenan halus, yang berkilau-kilauan dan putih bersih," yang melambangkan kebenaran dan kekudusan orang-orang kudus.

Pasal ini juga menampilkan kedatangan Kristus yang kedua kalinya dalam kemuliaan dan kuasa. Dia digambarkan sebagai Panglima Perang yang menang, yang akan menghakimi dan memerangi segala kejahatan. Binatang dan raja-raja dunia yang telah menentang-Nya akan dikalahkan. Kemenangan Kristus adalah kemenangan yang pasti dan mutlak atas segala kekuatan kegelapan. Wahyu 18 dan 19, ketika dibaca bersama, memberikan gambaran yang komprehensif: akhir dari segala sesuatu yang menentang Allah dan permulaan dari pemerintahan-Nya yang kekal dalam kemuliaan. Ini adalah pesan pengharapan yang kuat bagi umat percaya, bahwa meskipun ada kesulitan dan penganiayaan, kemenangan akhir ada pada Allah dan Anak Domba-Nya.