Ulangan 28:54

“Adapun orang yang berhati lembut dan halus di antara kamu, yang terlalu halus dan lembut sehingga tidak mau menjejakkan kakinya ke tanah, ia akan memandang dengan curiga kepada saudaranya, kepada isterinya yang di pangkuannya dan kepada anaknya yang tersisa, atau kepada anak-anaknya yang tersisa, bahkan kepada anak-anaknya yang dilahirkannya, kalau-kalau ia memakan mereka, karena kekurangan segala sesuatu yang ada padanya pada masa kesesakan dan tekanan yang ditimpakan musuh kepadamu di segala kotamu.”

Kasih Sayang di Tengah Badai

Ilustrasi: Ketabahan dan Kehidupan yang Bertahan

Kitab Ulangan, khususnya pasal 28, memuat peringatan-peringatan keras dari Tuhan kepada umat-Nya mengenai ketaatan dan ketidaktaatan. Namun, di tengah rangkaian hukuman yang mengerikan bagi mereka yang berpaling dari Tuhan, terselip sebuah ayat yang begitu menyentuh, yaitu Ulangan 28:54. Ayat ini melukiskan gambaran yang sangat kelam namun sekaligus menyoroti kekuatan kasih sayang yang bahkan dapat bertahan di situasi paling ekstrem sekalipun.

Kengerian Kelaparan dan Hilangnya Kemanusiaan

Ayat Ulangan 28:54 menggambarkan kondisi yang paling menyedihkan, yaitu kelaparan yang begitu hebat sehingga menggerogoti naluri dasar manusia. Kata-kata "terlalu halus dan lembut sehingga tidak mau menjejakkan kakinya ke tanah" menggambarkan seseorang yang selama ini dimanjakan, tidak pernah mengalami kesulitan, namun kini harus menghadapi penderitaan terberat. Dalam situasi kelaparan seperti itu, ia bahkan memandang "dengan curiga" kepada orang-orang terdekatnya: saudaranya, istrinya, bahkan anak-anaknya sendiri. Ketakutan terbesarnya adalah kemungkinan bahwa orang-orang yang paling ia cintai bisa menjadi korban demi kelangsungan hidupnya sendiri, karena "kekurangan segala sesuatu yang ada padanya." Ini adalah puncak dari kehancuran, di mana ikatan kemanusiaan paling suci pun terancam oleh desakan naluri untuk bertahan hidup.

Tantangan Kasih Sayang di Masa Kesusahan

Gambaran ini seringkali diasosiasikan dengan kehancuran Yerusalem atau pengasingan bangsa Israel. Namun, esensi dari ayat ini melampaui peristiwa sejarah tertentu. Ia berbicara tentang bagaimana kondisi ekstrem dapat menguji batas-batas kasih sayang kita. Ketika kita berada dalam "masa kesesakan dan tekanan," godaan untuk menjadi egois, untuk hanya memikirkan diri sendiri, bisa menjadi sangat kuat. Seringkali, dalam menghadapi krisis pribadi, keluarga, atau bahkan sosial, orang cenderung menutup diri, curiga kepada orang lain, dan khawatir akan sumber daya yang semakin menipis.

Namun, justru di dalam gambaran yang mengerikan inilah kita bisa menemukan secercah harapan. Mengapa Tuhan memasukkan gambaran seperti ini? Mungkin untuk menunjukkan bahwa bahkan dalam kegelapan terpekat, benih kasih sayang masih bisa ada. Ayat ini sebenarnya menggambarkan betapa mengerikannya dampak dari ketidaktaatan, namun juga menunjukkan betapa berharganya hubungan dan kasih sayang yang seharusnya dijaga.

Refleksi dan Ketangguhan Iman

Membaca Ulangan 28:54 mengajarkan kita untuk menghargai anugerah kehidupan yang berkelimpahan dan, yang lebih penting, hubungan yang kita miliki. Ini adalah pengingat untuk tidak pernah menerima begitu saja kasih sayang dari keluarga dan orang-orang terdekat. Dalam kehidupan sehari-hari yang penuh dengan tantangan, baik besar maupun kecil, kita dipanggil untuk menjaga dan memelihara kasih, bukannya membiarkan ketakutan dan kekurangan merusak ikatan kita.

Walaupun gambaran ini sangat menyakitkan, ia juga bisa menjadi motivasi untuk lebih bersyukur atas kedamaian dan keamanan yang kita miliki. Kita diingatkan untuk terus berdoa agar dijauhkan dari kondisi mengerikan tersebut dan, jika terpaksa menghadapinya, semoga kita tetap memiliki kekuatan untuk mengutamakan kasih dan kemanusiaan. Ayat ini, meskipun berasal dari konteks hukuman, pada akhirnya berbicara tentang nilai abadi dari hubungan yang dilandasi kasih sayang.