Ayat Ulangan 16:3 memegang peranan krusial dalam penegasan ulang perintah perayaan Paskah oleh Musa kepada bangsa Israel. Perintah ini bukan hanya sekadar rutinitas keagamaan, melainkan sebuah pengingat mendalam akan momen transformasi paling fundamental dalam sejarah mereka: pembebasan dari perbudakan di Mesir.
Inti dari ayat ini adalah larangan untuk menyantap makanan yang mengandung ragi (khusunya roti beragi) selama perayaan Paskah. Ragi dalam konteks ini memiliki makna simbolis yang kuat. Ragi seringkali diasosiasikan dengan pembusukan, dosa, dan perkembangan yang lambat atau tidak terkontrol. Sebaliknya, roti yang tidak beragi, atau matzah, melambangkan kemurnian, ketulusan, dan kesegeraan.
Bangsa Israel diperintahkan untuk keluar dari Mesir dengan tergesa-gesa, bahkan adonan roti mereka belum sempat mengembang. Kesegeraan ini menjadi ciri khas dari pembebasan yang terjadi secara tiba-tiba dan penuh kuasa. Oleh karena itu, makan roti tanpa ragi selama Paskah adalah cara konkret untuk mengenang kecepatan dan cara Tuhan membebaskan umat-Nya dari penindasan.
Perayaan Paskah bukan hanya tentang mengenang masa lalu, tetapi juga untuk memahami implikasinya bagi masa kini dan masa depan. Musa menekankan pentingnya 'seumur hidupmu engkau memperingati'. Ini menunjukkan bahwa peringatan Paskah harus menjadi tradisi yang hidup dan diturunkan dari generasi ke generasi. Setiap kali mereka merayakan Paskah, mereka diingatkan kembali tentang:
Bagi umat Kristen, Ulangan 16:3 seringkali dilihat sebagai gambaran nubuat tentang Paskah dalam Perjanjian Baru. Yesus Kristus, Anak Domba Paskah yang sesungguhnya, membebaskan umat manusia dari perbudakan dosa melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Roti Perjamuan Kudus, yang disepakati banyak orang memiliki kaitan dengan roti Paskah, melambangkan tubuh Kristus yang patah bagi kita, sebuah simbol pengorbanan yang tanpa cela dan murni.
Kita diingatkan untuk tidak mencampuradukkan 'ragi' kehidupan duniawi, dosa, atau pengaruh yang merusak dengan perayaan iman kita. Sebaliknya, kita dipanggil untuk hidup dalam kemurnian, kesaksian, dan rasa syukur yang mendalam atas pembebasan luar biasa yang telah dianugerahkan kepada kita melalui Yesus Kristus. Perintah ini mendorong kita untuk terus menerus memeriksa hati kita, memastikan bahwa kita hidup sesuai dengan identitas baru kita sebagai orang yang telah ditebus, dengan hati yang tulus dan tanpa "ragi" yang dapat menodai kesaksian kita.
Memahami Ulangan 16:3 memberikan perspektif yang lebih dalam tentang makna Paskah, tidak hanya sebagai ritual sejarah, tetapi sebagai sebuah prinsip hidup yang terus relevan untuk menjaga kemurnian iman dan memperingati karya penyelamatan Tuhan yang agung.