Kisah Rasul 3:5 membawa kita pada momen yang sarat makna. Di gerbang Bait Allah yang indah, seorang pengemis yang telah lumpuh sejak lahir terbaring, mengharapkan belas kasihan dari setiap orang yang lalu lalang. Hari itu, seperti hari-hari lainnya, ia mengulurkan tangan, tak ubahnya seperti jutaan orang lain yang hidup dalam keterbatasan dan ketergantungan. Namun, ada sesuatu yang berbeda pada tatapan mata dan gesturnya. Ayat tersebut dengan indah menggambarkan bahwa "Lalu orang itu menaruh perhatian kepada mereka, harapannya tertuju pada mereka."
Frasa "menaruh perhatian" dan "harapannya tertuju" mengindikasikan sebuah ekspektasi yang lebih dalam. Ini bukan sekadar harapan akan uang recehan atau makanan sisa. Ada sebuah kerinduan, sebuah keyakinan tersembunyi bahwa dari setiap orang yang lewat, mungkin ada kebaikan yang luar biasa, sebuah kesempatan untuk perubahan nasib. Pengemis ini, dalam keterbatasannya, menunjukkan sebuah kekuatan spiritual yang luar biasa: kemampuan untuk tetap percaya pada kebaikan manusia, bahkan ketika hidupnya sendiri dipenuhi dengan ketidakberdayaan. Ia melihat para peziarah dan para jemaat yang datang ke Bait Allah bukan hanya sebagai sumber rezeki sesaat, melainkan sebagai pembawa potensi keajaiban.
Dalam dunia yang seringkali keras dan acuh tak acuh, sikap pengemis ini menjadi sebuah pengingat berharga. Betapa seringnya kita, tanpa disadari, menutup diri dari peluang-peluang kebaikan yang tersembunyi di sekitar kita. Kita mungkin terlalu sibuk, terlalu sinis, atau terlalu lelah untuk "menaruh perhatian" pada kebutuhan atau harapan orang lain. Kisah ini mengajak kita untuk merefleksikan bagaimana kita merespons orang-orang yang membutuhkan pertolongan, baik itu pertolongan materi, emosional, maupun spiritual. Apakah kita hanya melihat mereka sebagai beban, ataukah kita melihat mereka sebagai individu yang memiliki martabat dan potensi, seperti pengemis yang berharap pada kebaikan para rasul?
Kisah ini juga menyoroti kekuatan sebuah harapan yang teguh. Meskipun fisiknya tidak berdaya, semangatnya tidak padam. Harapan yang ia sandarkan pada orang lain ternyata tidak sia-sia. Ketika Petrus dan Yohanes lewat, mereka tidak hanya memberikan sesuatu yang materi, melainkan sesuatu yang jauh lebih berharga. Namun, sebelum momen penyembuhan itu terjadi, justru perhatian dan harapan pengemis itu yang membuka pintu bagi terjadinya mukjizat. Ini mengajarkan kita bahwa terkadang, langkah pertama menuju pertolongan adalah kesediaan untuk percaya dan berharap. Kepercayaan pengemis itu pada orang lain, serta harapan yang ia tanamkan dalam hatinya, menjadi fondasi bagi perubahan hidupnya yang drastis.
Pada akhirnya, Kisah Rasul 3:5 bukan hanya tentang seorang pengemis, tetapi tentang universalitas harapan dan pentingnya kebaikan yang berbalas. Ini adalah panggilan bagi kita semua untuk menjaga hati yang terbuka, untuk senantiasa menaruh perhatian pada sesama, dan untuk tidak pernah berhenti berharap pada kebaikan yang ada di dunia ini. Sebagaimana pengemis itu menaruh harapannya pada para rasul, mari kita juga berusaha menjadi sumber kebaikan dan harapan bagi orang lain di sekitar kita.