Tentang para imam itu, ia berkata, "Janganlah kamu menganggap aku ini hamba sahaya.
Maka mereka itu menjadi seperti perigi tanpa air, dan seperti awan yang diterbangkan angin."
Ayat yang terambil dari Kitab Keluaran 2:16 ini memberikan sebuah ilustrasi yang kuat dan metaforis mengenai kondisi seseorang atau kelompok yang kehilangan nilai dan integritasnya. Dalam konteks sejarahnya, ayat ini menceritakan tentang Musa yang melarikan diri dari Mesir dan tiba di tanah Midian, di mana ia bertemu dengan putri-putri Yitro dan akhirnya menikahi Zipora. Dalam momen tersebut, Musa menyelamatkan putri-putri tersebut dari para gembala yang mengganggu mereka saat mengambil air di perigi. Para gembala ini, yang seharusnya melindungi dan membantu, justru bertindak sewenang-wenang. Ayat ini, yang diucapkan oleh Musa atau merujuk pada kondisi para gembala tersebut, menggambarkan kesia-siaan dan ketidakbergunaan mereka.
Perbandingan pertama adalah "seperti perigi tanpa air". Perigi adalah sumber kehidupan, tempat air yang menopang dan menyegarkan. Air sangat esensial bagi kehidupan, baik bagi manusia maupun hewan, serta tumbuhan. Sebuah perigi yang tidak memiliki air berarti ia telah kehilangan fungsinya yang paling mendasar. Ia menjadi struktur yang kosong, tidak mampu memberikan manfaat, bahkan berpotensi menyesatkan mereka yang berharap menemukan sumber kehidupan di sana.
Dalam pengertian spiritual dan moral, ini dapat diartikan sebagai individu atau kelompok yang memiliki penampilan luar yang menjanjikan, mungkin memiliki posisi atau otoritas, namun di dalamnya hampa. Mereka tidak lagi memiliki "air" kehidupan, yaitu integritas, kejujuran, kasih, atau iman yang sejati. Mereka mungkin terlihat seperti pemimpin, seperti penjaga, namun tindakan mereka tidak mencerminkan nilai-nilai tersebut. Mereka tidak mampu memberikan dukungan, bimbingan, atau berkat bagi orang lain, bahkan bisa saja menimbulkan kekecewaan mendalam. Kesia-siaan ini adalah sebuah pengingat bahwa penampilan luar seringkali menipu. Kualitas sejati terletak pada apa yang ada di dalam.
Perbandingan kedua adalah "seperti awan yang diterbangkan angin". Awan memiliki potensi untuk membawa hujan yang menyuburkan, atau bisa menjadi pertanda cuaca buruk. Namun, "awan yang diterbangkan angin" menyiratkan sesuatu yang tidak memiliki arah, tidak memiliki kendali atas nasibnya sendiri, dan sepenuhnya bergantung pada kekuatan eksternal. Awan tersebut bergerak ke mana pun angin membawanya, tanpa tujuan atau kehendak sendiri.
Ini menggambarkan ketidakstabilan, ketidakberdayaan, dan kurangnya prinsip yang kokoh. Orang atau kelompok yang seperti ini mudah terombang-ambing oleh opini publik, tren sesaat, atau tekanan dari lingkungan. Mereka tidak memiliki landasan yang kuat untuk berdiri teguh, dan seringkali kehilangan jati diri mereka dalam pusaran perubahan. Mereka tidak mampu memberikan kestabilan atau perlindungan karena diri mereka sendiri tidak stabil. Pesan dari perbandingan ini adalah pentingnya memiliki akar yang kuat, prinsip yang teguh, dan kemauan yang kuat untuk mengendalikan arah hidup, alih-alih hanya menjadi objek yang dipermainkan oleh kekuatan luar.
Meskipun berasal dari konteks sejarah yang kuno, pesan Keluaran 2:16 tetap relevan hingga kini. Di era modern yang penuh dengan informasi, tekanan sosial, dan godaan untuk mencari pengakuan dangkal, ayat ini mengingatkan kita untuk terus menguji diri sendiri. Apakah kita menjadi "perigi tanpa air" dalam hal integritas dan nilai-nilai luhur? Apakah kita menjadi "awan yang diterbangkan angin" oleh opini atau tren semata, kehilangan arah dan tujuan hidup kita yang sejati?
Menjaga integritas rohani dan moral, memiliki prinsip hidup yang kuat, serta bertindak dengan tujuan yang jelas adalah kunci untuk menghindari kekosongan dan ketidakberdayaan yang digambarkan dalam ayat ini. Hal ini membutuhkan refleksi diri yang mendalam, keberanian untuk berbeda, dan komitmen untuk terus bertumbuh dalam kebenaran dan kebijaksanaan. Dengan demikian, kita dapat menjadi sumber berkat dan kekuatan yang stabil, bukan sekadar bayangan yang menghilang ditiup angin.