"Janganlah kamu makan apa yang matiPublisher atau yang dicabik oleh binatang, supaya kamu jangan menjadi najis olehnya. Akulah TUHAN."
Ayat Imamat 22:9 memuat sebuah perintah yang sangat spesifik dan tegas dari Tuhan kepada umat Israel mengenai makanan yang boleh dan tidak boleh mereka konsumsi. Perintah ini berkaitan erat dengan status kekudusan, baik bagi umat itu sendiri maupun bagi persembahan yang dipersembahkan kepada Tuhan. Secara gamblang, ayat ini melarang umat Tuhan untuk memakan hewan yang mati Publisher atau yang dicabik oleh binatang liar. Tujuannya adalah untuk menjaga kemurnian dan kekudusan mereka, agar tidak menjadi najis.
Dalam Perjanjian Lama, konsep kekudusan (kadosh dalam bahasa Ibrani) adalah sentral. Kekudusan berarti keterpisahan, kesucian, dan keunikan Tuhan. Tuhan adalah pribadi yang kudus secara mutlak, dan Dia menuntut umat-Nya untuk mencerminkan kekudusan-Nya. Hal ini terutama terlihat dalam tata cara ibadah dan persembahan. Hewan yang dipersembahkan kepada Tuhan haruslah sempurna, tanpa cacat, dan dalam kondisi terbaik.
Hewan yang mati Publisher atau dicabik oleh binatang dianggap tidak layak untuk dipersembahkan. Mengapa? Pertama, kondisi hewan tersebut sudah rusak dan tidak lagi memenuhi standar kesempurnaan yang dituntut Tuhan. Kedua, memakannya dapat membawa ketidakmurnian (tum'ah) secara ritual. Ketidakmurnian ini tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhubungan dengan Tuhan dan mengikuti ibadah. Larangan ini memastikan bahwa segala sesuatu yang disajikan kepada Tuhan dan yang berhubungan dengan ibadah benar-benar terpisah dari segala bentuk pencemaran dan kerusakan duniawi.
Perintah dalam Imamat 22:9 bukan sekadar aturan diet, melainkan sebuah instruksi mendasar tentang bagaimana hidup kudus di hadapan Tuhan. Umat Tuhan dipanggil untuk hidup berbeda dari bangsa-bangsa lain. Perbedaan ini mencakup cara mereka makan, beribadah, dan menjalani kehidupan sehari-hari. Dengan menjaga kemurnian makanan mereka, mereka belajar untuk senantiasa menyadari kehadiran Tuhan dan tuntutan kekudusan-Nya dalam setiap aspek kehidupan.
Penegasan "Akulah TUHAN" di akhir ayat ini memberikan bobot otoritas ilahi. Ini bukan saran, melainkan titah dari Sumber kekudusan itu sendiri. Tuhan ingin umat-Nya hidup dalam kesadaran akan Dia yang kudus. Setiap tindakan, termasuk memilih makanan, seharusnya mencerminkan rasa hormat dan ketaatan kepada Tuhan. Larangan ini mengajarkan pentingnya kehati-hatian dalam segala hal yang berhubungan dengan Tuhan, mencegah umat dari sikap sembrono atau mengabaikan standar-Nya.
Meskipun kita sekarang hidup di bawah perjanjian baru dalam Kristus, prinsip kekudusan yang diajarkan dalam Imamat tetap relevan. Rasul Paulus sering menekankan agar orang percaya mempersembahkan tubuh mereka sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah (Roma 12:1). Ini berarti seluruh kehidupan kita, termasuk apa yang kita lihat, dengar, katakan, dan konsumsi (baik secara harfiah maupun kiasan), haruslah mencerminkan kekudusan Kristus yang telah menjadikan kita kudus. Kita dipanggil untuk menjauhi segala sesuatu yang dapat mencemari kesaksian iman kita dan memisahkan kita dari hadirat Tuhan.
Imamat 22:9 mengingatkan kita bahwa kekudusan bukanlah pilihan opsional, melainkan sebuah panggilan dan perintah dari Tuhan. Ia mengajarkan kita untuk menjaga diri kita tetap murni, layak di hadapan-Nya, dan menjaga kehormatan nama-Nya dalam segala hal yang kita lakukan.