Ayat 2 Tawarikh 30:5 menggemakan sebuah momen krusial dalam sejarah Israel, yaitu saat Raja Hizkia dengan tegas memanggil seluruh bangsa, dari berbagai suku, untuk kembali merayakan Paskah. Perintah ini bukan sekadar seruan administratif, melainkan sebuah gerakan kebangunan rohani yang mendalam. Setelah bertahun-tahun bangsa Israel tenggelam dalam kemusyrikan dan penyembahan berhala, masa pemerintahan Hizkia menjadi titik balik yang signifikan. Ia berani mengambil langkah drastis untuk memulihkan ibadah yang benar kepada TUHAN.
Perintah untuk datang ke Yerusalem merayakan Paskah mencakup seluruh penjuru negeri, secara spesifik menyebutkan keturunannya orang Efraim, Manasye, Isakhar dan Zebulon. Ini menunjukkan betapa luasnya jangkauan seruan Hizkia. Suku-suku utara, yang seringkali terpisah dari Yehuda dan Benyamin di selatan, juga diundang untuk kembali bersatu dalam perayaan kesaksian iman mereka. Paskah adalah peringatan pembebasan dari perbudakan di Mesir, sebuah peristiwa fundamental yang menjadi dasar identitas Israel sebagai umat pilihan Allah. Merayakan Paskah kembali berarti mengingatkan diri akan kesetiaan Allah dan tanggung jawab umat-Nya untuk hidup dalam ketaatan.
Undangan ini menyiratkan sebuah upaya besar untuk menyatukan kembali umat Allah yang telah terpecah belah oleh kesesatan dan perbedaan politik. Hizkia tidak hanya fokus pada kerajaannya sendiri, tetapi berinisiatif untuk memulihkan keutuhan spiritual seluruh Israel. Ini adalah teladan kepemimpinan yang berani, visioner, dan mengutamakan kebenaran firman Tuhan di atas segala kepentingan duniawi. Tantangannya tentu besar, mengingat banyak dari mereka yang mungkin sudah lama meninggalkan tradisi leluhur dan terbiasa dengan praktik-praktik yang menyimpang. Namun, seruan itu tetap dikumandangkan, membawa harapan akan pemulihan dan kesempatan untuk diperbarui.
Ayat ini juga menekankan pentingnya kembali kepada sumber ibadah yang benar: merayakan Paskah bagi TUHAN, Allah Israel, di Yerusalem. Yerusalem adalah pusat ibadah yang ditetapkan Allah, tempat Tabut Perjanjian berada dan di mana Bait Suci berdiri. Ini mengingatkan kita bahwa ibadah yang sejati harus berpusat pada Allah sesuai dengan cara-Nya, bukan berdasarkan kehendak manusia. Perayaan Paskah bukan hanya ritual semata, melainkan sebuah ekspresi iman, pengakuan dosa, dan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah yang telah menebus mereka. Perintah Hizkia ini menjadi pengingat abadi tentang panggilan kita untuk senantiasa menjaga kesucian ibadah kita dan untuk aktif memanggil sesama agar kembali kepada Allah yang hidup, melintasi batas-batas perbedaan yang mungkin ada di antara kita. Ini adalah panggilan untuk kebangunan rohani yang bersumber dari ketaatan pada firman Tuhan.