Ayat ini berasal dari Kitab 2 Tawarikh pasal 19, ayat 6. Dalam konteks sejarahnya, Raja Yosafat dari Yehuda baru saja kembali dari pertempuran dan menerima teguran dari Nabi Yehu. Meskipun Yosafat adalah seorang raja yang saleh, ia telah bersekutu dengan Raja Ahab dari Israel yang jahat. Pengalaman ini menjadi momen krusial bagi Yosafat untuk merefleksikan kepemimpinannya dan berkomitmen untuk memperbaiki jalannya pemerintahan.
Teguran ini memicu serangkaian tindakan reformasi yang signifikan. Salah satu tindakan paling penting adalah penunjukan hakim-hakim yang bijaksana dan takut akan Tuhan di seluruh negeri. Raja Yosafat menekankan pentingnya integritas dan keadilan dalam menjalankan tugas peradilan. Ia mengumpulkan para pemimpin, imam, dan orang-orang Lewi untuk mendirikan kembali sistem peradilan yang benar.
Pesan utama dalam 2 Tawarikh 19:6 adalah tentang pentingnya keadilan yang tidak memihak. Raja Yosafat secara tegas memerintahkan para hakim untuk "memperhatikan apa yang kamu lakukan". Ini adalah peringatan mendalam agar mereka menyadari beratnya tanggung jawab yang diemban. Mereka tidak hanya sedang membuat keputusan dalam urusan manusia, tetapi mereka sedang bertindak di hadapan Tuhan.
Ungkapan "bukan manusia yang kamu hakimi, melainkan TUHAN" menegaskan bahwa keadilan ilahi adalah standar tertinggi. Setiap keputusan yang dibuat oleh para hakim harus mencerminkan kehendak dan standar moral Tuhan. Ketidakberpihakan adalah esensi dari keadilan ilahi. Tidak peduli siapa yang diadili, baik orang kaya maupun miskin, orang kuat maupun yang lemah, keputusan harus didasarkan pada kebenaran dan hukum.
Raja Yosafat juga mengingatkan mereka bahwa Tuhan menyertai mereka dalam proses peradilan. Ini bukan hanya ancaman, tetapi juga dorongan. Kehadiran Tuhan yang menyertai memberikan kekuatan dan hikmat bagi para hakim untuk membuat keputusan yang tepat. Ini berarti mereka tidak sendirian dalam tanggung jawab mereka; Tuhan adalah rekan kerja mereka, yang selalu mengawasi dan siap memberikan bimbingan.
Penerapan ayat ini dalam kehidupan modern sangat relevan. Dalam berbagai bidang kehidupan, seperti hukum, bisnis, pendidikan, bahkan dalam interaksi sehari-hari, kita sering kali dihadapkan pada situasi di mana kita harus membuat keputusan yang memengaruhi orang lain. Apakah kita seorang pemimpin, seorang karyawan, seorang guru, atau sekadar anggota masyarakat, prinsip keadilan dan integritas tetap berlaku.
Ayat ini mengajarkan kita untuk bertindak dengan kejujuran, objektivitas, dan kesadaran akan adanya pengawasan ilahi. Ketika kita membuat keputusan, kita harus bertanya pada diri sendiri: "Apakah keputusan ini adil? Apakah ini mencerminkan nilai-nilai kebenaran? Apakah saya bertindak tanpa prasangka atau favoritisme?" Menyadari bahwa Tuhan melihat dan menyertai kita seharusnya memotivasi kita untuk selalu berusaha melakukan yang terbaik dan yang paling benar.
Keadilan yang sejati dimulai dari hati yang bersih dan motivasi yang tulus. Ketika kita mempraktikkan prinsip-prinsip yang diajarkan dalam 2 Tawarikh 19:6, kita tidak hanya berkontribusi pada terciptanya tatanan yang lebih baik di lingkungan kita, tetapi juga menyenangkan hati Tuhan. Ini adalah panggilan untuk hidup dengan integritas, berani menegakkan kebenaran, dan selalu ingat bahwa setiap tindakan kita dipertanggungjawabkan, tidak hanya kepada manusia, tetapi terutama kepada Sang Pencipta.
Mari kita renungkan ajaran Raja Yosafat ini dalam setiap aspek kehidupan kita, agar kita dapat menjadi pribadi yang adil, jujur, dan senantiasa hidup dalam kebenaran di hadapan Tuhan.