Ayat yang terambil dari kitab 2 Tawarikh pasal 19 ayat 11 ini memuat sebuah instruksi penting yang diberikan oleh Raja Yehosafat kepada para hakim dan pejabat di wilayahnya. Perintah ini bukan sekadar aturan birokrasi biasa, melainkan fondasi moral dan spiritual yang harus dipegang teguh dalam menjalankan tugas kepemimpinan dan pelayanan. Frasa "takut akan TUHAN, dengan setia dan tulus hati" menjadi inti dari ajaran ini, menekankan bahwa setiap tindakan, terutama yang berkaitan dengan keadilan, harus didasari oleh penghormatan yang mendalam kepada Tuhan, integritas yang tak tergoyahkan, serta ketulusan niat yang murni.
Dalam konteks sejarahnya, Raja Yehosafat berada dalam situasi yang genting. Ia menghadapi ancaman dari berbagai pihak dan menyadari pentingnya memiliki sistem pemerintahan yang adil dan dapat dipercaya. Untuk itu, ia menata kembali sistem peradilan di Yehuda. Para hakim yang ditunjuk bukan sembarang orang, melainkan mereka yang memiliki karakter yang kuat dan takut akan Tuhan. Instruksi dalam ayat ini adalah panduan etis bagi para hakim tersebut agar mereka tidak bertindak semata-mata berdasarkan kepentingan pribadi atau tekanan duniawi, melainkan senantiasa menjadikan firman Tuhan sebagai standar kebenaran mereka.
Makna Keadilan dan Ketaatan dalam Kehidupan
Perintah ini memiliki relevansi yang luar biasa bahkan hingga saat ini. Dalam setiap aspek kehidupan, baik personal maupun profesional, prinsip "takut akan TUHAN, dengan setia dan tulus hati" menjadi kompas moral yang tak ternilai.
- Takut akan TUHAN: Ini bukan berarti rasa takut yang melumpuhkan, melainkan rasa hormat yang mendalam dan kesadaran akan kehadiran Tuhan dalam setiap keputusan. Ketakutan akan Tuhan mendorong seseorang untuk selalu bertindak benar, bahkan ketika tidak ada yang melihat. Dalam menjalankan tugas, ini berarti menghindari korupsi, nepotisme, dan segala bentuk ketidakadilan lainnya karena menyadari bahwa segala sesuatu akan dipertanggungjawabkan kepada Sang Pencipta.
- Setia: Kesetiaan di sini mencakup kesetiaan pada prinsip-prinsip kebenaran, kesetiaan pada amanah yang diberikan, dan kesetiaan pada tugas. Bagi seorang pemimpin atau pelayan publik, kesetiaan berarti mengutamakan kepentingan rakyat di atas segalanya, bekerja dengan gigih, dan tidak mudah tergoda oleh iming-iming yang menyimpang dari jalan kebenaran.
- Tulus Hati: Ketulusan hati berbicara tentang motivasi yang murni. Melakukan sesuatu bukan karena ingin dipuji atau mendapat keuntungan pribadi, melainkan karena keyakinan bahwa itulah hal yang benar dan baik untuk dilakukan. Ketulusan juga berarti tidak membeda-bedakan, tidak memiliki prasangka, dan melayani dengan sepenuh hati.
Ketika prinsip-prinsip ini dipegang teguh, maka sebuah komunitas, sebuah organisasi, bahkan sebuah negara akan mampu berjalan di atas fondasi keadilan yang kokoh. Keadilan yang didasari oleh kebenaran ilahi akan menghasilkan kedamaian dan kemakmuran yang sejati. Sebaliknya, ketika keadilan diabaikan dan digantikan oleh keserakahan serta ketidakjujuran, maka kehancuranlah yang akan mengikuti. Ayat 2 Tawarikh 19:11 mengingatkan kita bahwa integritas pribadi adalah kunci utama dalam mewujudkan tatanan yang adil dan diberkati.